HUKUM WARIS MERATA DALAM ISLAM

HUKUM WARIS MERATA ANAK LAKI DAN PEREMPUAN BOLEHKAH?

Banyak dikalangan ummat Islam yang belum faham ketentuan syariat Islam, dalam hal ini tentang hukum waris. Sehingga  seakan meremehkan ketentuan hukum tersebut [ faraidh ] yang sudah dijelaskan di dalam al Qur’an Surat An Nisa ayat 11-12 secara  rinci. Akibatnya  tidak sedikit muncul pemikiran yang mengatakan bolehnya membagi harta waris sama rata baik anak laki atau perempuan. Mereka beralasan selama   ikhlas,  dan untuk kemaslahatan keluarga.

Oleh karena itu mengkaji tentang ilmu faraidh / Ilmu Waris itu sangat urgen sekali bagi umat Islam, disamping suatu kewajiban yang  yang harus ditunaikan. Mengapa demikian, karena ilmu faraidh itu yang pertama-tama akan ditinggalkan ummat Islam sebagaimana Rasulullah SAW telah bersabda :

Dari Abu Hurairah ra, bahwa nabi SAW bersabda : “Pelajarilah faraidh dan ajarkanlah kepada manusia, karena faraidh adalah separuh dari ilmu dan akan dilupakan. Faraidhlah ilmu yang pertama kali dicabut dari ummatku” [ HR. Ibnu Majah dan AdDaruqutni]

Jika ilmu itu telah dicabut,  maka yang ada adalah kebodohan [ Jahlun], yang berujung pada pelanggaran terhadap aturan-aturan dari Allah SWT.  Padahal ketika Allah SWT telah menetapkan aturan atau hukum, tidak patut bagi muslim atau muslimah membuat aturan sendiri. Allah Maha Adil, dan Allah mengetahui apa yang terbaik bagi  hambanya. Allah SWT berfirman :

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُّبِينًا

Artinya : “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al Ahzab : 36)

Kalau kita merujuk pada QS An Nisa ayat 11, sebenarnya diakhir ayat ini telah ditegaskan tentang ketentuan syariat yang semestinya dipatuhi seorang hamba,  dengan firmanNya :

يُوصِيكُمُ اللّهُ فِي أَوْلاَدِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأُنثَيَيْنِ

Artinya : “Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.” (QS. An Nisaa : 11)

Lalu, secara tegas ketentuan pembagian waris yang terdapat dalam QS An Nisa ayat 11-12 itu ditegaskan kembali dalam firman Nya pada ayat berikutnya QS. An nisa ayat 13 :

تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. [ QS. AN Nisa : 13 ]

Mafhum Mukholafah ( mafhum kebalikannya ) adalah, jika hukum waris itu telah ada ketentuannya dari Allah, artinya telah disyariatkan secara tegas, maka barangsiapa menyelisihi atau mengambil aturan baru, ancamannya adalah Neraka. Sebaliknya Syurga bagi yang mengikuti ketentuanNya.

Kesimpulannya :

  1. Hukum waris yang sesuai ketentuan di dalam Al Qur’an tidak boleh dirubah dengan pembagian merata ( semisal anak anak laki-laki dan anak perempuan dibagi sama), kendati dengan niat ikhlas dan untuk kemaslahatan keluarga.
  2. Jika pembagiannya dilakukan sebelum orang tua meninggal, maka dibolehkan dibagi hingga merata, sebagai bentuk hibah dari orang tua, dengan pembagian yang makruf dan adil.
  3. Jika harus dibagi rata ketika orang tua sudah meninggal, maka tetap harus dibagi sesuai ketentuan hukum waris terlebih dahulu, baru bagi si anak laki-laki boleh memberikan kepada si anak perempuan sebagai hibah, dan tidak ada syarat sebelum pembagian waris. Artinya harta waris si anak laki boleh diberikan sebagian dan boleh tidak, karena tidak mengikat. Allahu A’lam bi ash-showab [ Arif TH Al Qondaly ]

 

Sumber :
Tafsir Ibnu Katsir , Juz 4 / 368
Fiqh Sunnah Juz 12,13,14 hal 255

Leave a comment